Petualangan di Negeri Bayangan Cahaya

Di sebuah desa kecil bernama Lembah Lirih, hiduplah seorang anak bernama Dira. Sejak kecil, Dira sering bermimpi melihat pintu bercahaya di tengah hutan bambu. Orang-orang desa bilang itu hanya khayalan, tapi Dira yakin pintu itu benar-benar ada.


Suatu sore, saat matahari hampir terbenam, Dira memutuskan masuk ke hutan. Angin berhembus lembut, tapi semakin jauh ia melangkah, udara terasa dingin dan tenang—terlalu tenang. Tiba-tiba, di depannya muncul pintu besar berwarna emas yang berdiri di tengah kabut. Tanpa ragu, Dira mendorongnya.


Begitu pintu terbuka, ia memasuki negeri yang langitnya separuh terang dan separuh gelap. Tanahnya bercahaya lembut, sementara bayangan pohon bisa bergerak sendiri. Seekor kelinci bercorak bintang mendekatinya. “Selamat datang di Negeri Bayangan Cahaya,” katanya dengan suara yang terdengar seperti alunan musik.


Kelinci itu memperkenalkan dirinya sebagai Lyra. Ia menjelaskan bahwa negeri ini sedang terancam: keseimbangan antara cahaya dan bayangan mulai rusak karena sebuah permata kuno—Inti Fajar—dicuri oleh makhluk misterius. Tanpa permata itu, negeri ini akan tenggelam dalam kegelapan abadi.

Dira memutuskan membantu. Bersama Lyra, ia melewati Hutan Bisik, di mana pepohonan berbicara dan memberikan petunjuk dalam teka-teki. Mereka menyeberangi Sungai Cermin, yang permukaannya memantulkan masa depan. Di sana, Dira melihat sekilas dirinya mengembalikan Inti Fajar sambil tersenyum.


Akhirnya, mereka tiba di Gua Bayang, tempat makhluk pencuri tinggal. Makhluk itu ternyata seekor burung gagak raksasa bernama Noctar, yang ingin menjadikan seluruh negeri berada dalam malam tanpa akhir. Dira tidak menggunakan kekerasan. Ia berbicara pada Noctar, menceritakan bagaimana malam dan siang sama-sama memberi keindahan bagi kehidupan.


Tersentuh oleh kata-kata Dira, Noctar mengembalikan Inti Fajar. Saat permata itu kembali ke tempatnya di Menara Cahaya, langit Negeri Bayangan Cahaya kembali seimbang—setengah terang, setengah gelap, indah seperti lukisan.


Lyra mengantar Dira kembali ke pintu emas. “Kau pahlawan yang kami tunggu,” kata Lyra. Begitu Dira melewati pintu, ia sudah kembali ke hutan bambu desanya. Walau semua terasa seperti mimpi, di sakunya ada bulu kecil bercorak bintang—bukti bahwa Negeri Bayangan Cahaya benar-benar ada.

– Syadika

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adzana Ashel

Perkenalan Diri